Oncom Pasireungit

Di antara orang Sunda, siapa tak mengenal oncom. Makanan yang dibuat dari bahan kacang tanah yang diragikan ini menjadi salah satu produk budaya yang dikenal dari daerah pasundan, yang sudah dikenal seantero nusantara misalnya dengan sebutan "oncom Bandung".
USAHA produksi oncom nyaris tak menyisakan limbah karena hampir semua komponen produksi dapat dimanfaatkan lagi.


Sentra produksi oncom di Jabar sebenarnya banyak, salah satunya di Desa Pasireungit, Kec. Paseh, Kab. Sumedang. Sama seperti umumnya di kabupaten lain, pengusahaan oncom di sana juga dilakukan dalam skala usaha rumah tangga atau kelas kecil-menengah. Oncom Pasireungit dikenal karena campuran kacang tanahnya yang lebih menonjol. Produk oncom daerah lain pun banyak, tergantung kekhasan dan selera daerah pem buat, misalnya ada yang dicampur dengan jagung dan ketela pohon.

Penjualan oncom Pasireungit kebanyakan secara asongan oleh penjual yang berkeliling menggunakan sepeda motor, atau pada sejumlah pasar tradisional di Sumedang, misalnya Pasar Tanjungsari, Pasar Paseh, Pasar Sumedang, dll. Sedangkan di Bandung, kebanyakan dijual di sekitar Ujungberung dan Cicaheum. Di pasaran, oncom Pasireungit rata-rata dijual Rp 2.000,00-3.000,00/potong, sedangkan dari para perajin rata-rata dijual Rp 750,00-1.500,00/potong.

Nama Desa Pasireungit sendiri, di antara masyarakat Sumedang, sampai kini identik dengan produk oncom. Walaupun, di desa itu sempat pula dikenal sebagai sentra produksi meubel, namun kini sudah jarang diusahakan lagi oleh masyarakatnya.

Desa penghasil oncom itu sebenarnya bernama Pasir Leu ngit, namun karena banyak orang ingin menyebut mudah dengan nama Pasireungit. Namun ini juga bukan berarti desa itu dikenal banyak nyamuknya, karena dalam Bahasa Sunda artinya bukit nyamuk.

Usaha oncom Desa Pasireungit sudah turun-temurun diusahakan masyarakat setempat, yang menurut warga sudah dilakukan sebelum tahun 1942. Masa kejayaan oncom Pasireungit dialami tahun 1965 sampai pertengahan tahun 1980-an, di mana kini para perajinnya masih berupaya bertahan.

Produksi oncom dilakukan secara sederhana, di mana bahan baku kacang tanah diperas untuk dikeluarkan minyaknya, kacang tanah yang tak ada minyaknya itu kemudian digumpalkan lalu dipipil dan dimasukkan ke dalam wadah. Setelah itu, dibentuk dalam ukuran potongan yang disimpan dalam rak sambil diberi ragi dan diperam selama 4 hari, sampai
akhirnya siap dijual.

Perajin oncom Pasireungit, Tarmedi (65) dan istrinya, Ma Idah (54), menyebutkan, cerita dari para kokolot desa mengatakan, usaha pembuatan oncom tadinya berawal dari kebiasaan lama masyarakat setempat yang senang memakan makanan yang sengaja dibusukkan. Makanan kegemaran mereka, roay, tauge, ikan, kacang tanah, dll, selalu dibusukkan dahulu sebelum dimakan.

"Semakin busuk, saat itu rasanya dirasakan semakin enak, bahkan untuk sayuran, laleueur (cairan licin) hasil pembusukan dirasakan nikmat. Kalau produksi oncom, diawali saat masyarakat senang membusukkan kacang tanah sampai berjamur," kata Tarmedi senada Ma Idah.

Sedangkan pembuatan oncom untuk skala usaha, umumnya dimulai tahun 1965, walau penjualan kebanyakan ala kadarnya namun mampu menembus pasar Bandung dan sekitarnya. Saat itu, banyak perajin oncom menjualnya secara asongan hanya dengan naik sepeda, bahkan berjalan kaki berangkat sore dari Pasireungit lalu singgah di Kec. Tanjungsari, lalu dini hari berangkat ke Bandung.

Penjualan oncom Desa Pasireungit mulai "dikembangkan" akhir tahun 1980-an, di mana beberapa pemilik usaha menggunakan berbagai agen sampai ke Bandung. Namun kebanyakan, pemilik usaha produksi oncom masih senang menjual sendiri secara berkeliling, walaupun risikonya capek dua kali dan tak jarang membawa sisa oncom dibawa pulang.

Namun karena berbagai sebab, usaha pembuatan dan perdagangan oncom Pasireungit berangsur menurun kegairahannya, dari semula sedikitnya 60-an kepala keluarga (KK) kini hanya tinggal 7-10 KK.

Dari mereka yang masih bertahan, hanya 1-2 orang yang usahanya dalam skala "besar", sisanya diusahakan secara kecil-kecilan, yang tampak belum ada perkembangan lagi.

Beberapa perajin oncom Desa Pasireungit umumnya menyebutkan, kondisi ini disebabkan situasi pasar dan upaya pemasaran yang belakangan kurang lagi mendukung. Apalagi saat ini, "gempuran" makanan modern
semakin gencar, yang disertai promosi kuat sehingga lebih mampu memikat generasi muda.

Di lain pihak, beberapa perajin menyebutkan, adalah beratnya situasi usaha, terutama akibat semakin meningkatnya harga bahan baku. Untuk kacang tanah saja, untuk kualitas bagus rata-rata kini harganya Rp 8.500,00/kg, kualitas sedang Rp 7.500,00/kg yang kebanyakan berupa produk luar daerah yang didatangkan melalui Cirebon.

Umumnya, mereka juga mengatakan, jika produksi kacang tanah di Jabar sendiri cukup tinggi, diharapkan biaya produksi dapat ditekan. Namun karena pasokan kacang tanah lokal masih minim diperoleh,ketergantungan atas kacang tanah luar daerah masih tinggi sehingga berimbas terhadap kenaikan biaya produksi.

"Tapi kanggo anu produksi mah malah janten ragu-ragu kanggo naeukeun hargi ical. Salami pemasaran oncom teu acan mampu dibangkitkeun deui,sesah kanggo perajin upami naekeun hargi da anu resep kana oncom katingalinya tau sapertos kapungkur. (Namun ini menjadi dilema bagi kami, karena menaikan harga jual pun pengaruhnya malah akan kurang baik kepada kami. Selama pemasaran oncom belum dapat ditingkatkan kembali, tampaknya sulit karena para penggemar oncom kini tampaknya tak sebanyak dahulu," kata Tarmedi.
Ketua Asosiasi Industri Kecil-Menengah Agro (AIKMA) Jabar, Bambang Eko, mengatakan, usaha produksi oncom sebenarnya sudah waktunya dapat dibangkitkan kembali. Apalagi, oncom mentah semacam produksi Desa Pasireungit Sumedang, Cigaluh Tasikmalaya, atau oncom Bandung, umumnya "kalah gaung" dibandingkan oncom gorengan.

"Memang, usaha oncom yang lebih dikenal adalah oncom gorengan, sedangkan oncom mentah, entah mengapa terkesan hampir tak terdengar kiprahnya. Padahal, oncom gorengan pun bahan produksinya adalah oncom mentah," katanya. Menurut Bambang, produksi oncom sebenarnya termasuk "aset" daerah karena usaha ini sudah dilakukan secara turun-temurun dan sudah
membudaya dengan masyarakat. Kelestarian usaha oncom perlu dipertahankan, di samping sebagai usaha lapangan kerja juga daya serap bahan baku terhadap produk pertanian sangat tinggi.

Di lain pihak, upaya kembangkitan kembali usaha oncom pun, katanya, akan kembali kepada niat masing-masing pelakunya sendiri. Ini pun, harus disertai upaya meningkatkan kembali masyarakat untuk mencintai produk makanan tradisional daerahnya.

Banyak manfaat dari kembangkitan kembali usaha makanan tradisional, bukan hanya oncom. Selain menjaga kelestarian produk budaya daerah sendiri, juga sebagai upaya mengatasi persoalan lapangan kerja dengan menciptakan sumber pendapatan di lingkungan sendiri.
Diposkan oleh Oncom Pasireungit di 09:42
Add caption